Mengingat permintaan teman kita abe' pada beberapa hari yang lalu, dimana abe' meminta saya untuk memposting contoh-contoh pepatah dalam Bahasa Makassar. Nah berikut ini merupakan daftar peribahasa dan pepatah dalam Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar...
Le'ba kusoronna biseangku, kucampa'na sombalakku, tamassaile punna teai labuang (Makassar)
Bila perahu telah kudorong,layar telah terkembang, takkan ku berpaling kalau bukan labuhan yang kutuju.
Taro ada taro gau (Bugis)
Arti bahasa: Simpan kata simpan perbuatan.
Makna: Konsistensi perbuatan dengan apa yang telah dikatakan.
Ku alleangi tallanga na toalia (Makassar)
Arti bahasa: Lebih baik tenggelam dari pada kembali (latar belakang kata tersebut dari seorang pelaut yang telah berangkat melaut)
Makna: Ketetapan hati kepada sebuah tujuan yang mulia dengan taruhan nyawa.
Eja pi nikana doang (Makassar)
Seseorang baru dapat dikenali atas karya dan perbuatannya
Teai mangkasara' punna bokona loko' (Makassar)
Bukanlah orang Makassar kalau yang luka di belakang. Adalah simbol keberanian agar tidak lari dari masalah apapun yang dihadapi.
Aja mumae’lo nabe’tta taue’ makkalla ‘ ricappa’na lete’ngnge. (Bugis)
Arti bahasa: Janganlah engkau mahu didahului orang menginjakkan kaki dihujung titian
Makna:Janganlah engkau mahu didahului orang lain untuk mengambil rezeki .
Jumat, 22 Januari 2010
Sabtu, 24 Oktober 2009
mari bertanya....
ada orang yg mo bertanya dia bertanya seperti ini "sy orang yg numpang hidup di makassar hampir 10 tahun ini
namun kesulitan dengan bahasa makassar
jd sy mau thread ini digunakan untuk mempelajari bahasa makassar
yg sederhana-sedarhana mo
yg dipake sehari-hari mi sj
biar yg tidak tau menjadi tau
jd yg tau bahasa makassar silahkan mengajar
sekalian untuk pelestarian bahasa ini
okeh?
toss dulu pale"..
nah ada orang yg membantunya untuk menjawab pertanyaannya dan ternyata orang itu menjawab "Kira-kira....
nakke cipuru, tena pa'ngandre battu ri pagia..."
kayaknya jawabannya itu belum relevan deh nah yg benarnya itu orang lain menjawab untuk melengkapi jawaban orang yg tadi adalah "Penyesuaian sedikit cezz nah,
Cipurukka' nakke, tenapa nakungandre battua ri bari'basa'
Terkadang memang ada bahasa Indonesia yang diasimilasi ke bhs Makassar seperti "pagi", dimana kadang-kadang ada beberapa orang yang menggunakan kata tersebut, dengan ditambahkan dialek Makassar menjadi "pagia".
Saya sendiri dulu pernahka' diketawai maceku gara2 saya mo bilang "kucing jatuh di sumurta'", tapi sa bilang "tu'gurukki meonga ri sumurutta'", soalnya yang benar itu "tu'gurukki meonga ri bungunta'". nah ntu yg baru benarnya...
sedikit ada vocabulary dari saya
"bari'basa' = pagi
bungung = sumur, perubahannya jika bertemu suffiks ta', bunyi ng berubah menjadi
n, sehingga penulisan dan pengucapannya menjadi bungunta'.
Note:
Karakter single quote di dalam bahasa Makassar berarti berbunyi mati. Di beberapa literatur,
karakter tersebut sering digantikan dengan huruf 'k', karena bunyi mati dari huruf 'k' paling mendekati
bunyi mati yang dimaksud.
Jadi, bari'basa' dapat juga ditulis: barikbasak. Cuma kalo saya pribadi lebih condong ke penggunaan
single quote.
Untuk lebih jelas perbedaannya, bunyi mati 'k' pada sebagian kata di dalam bahasa Makassar mirip
dengan bunyi mati pada kata ta'aruf atau ma'rifat, bukan seperti bunyi mati 'k' pada kata arak,
meskipun ada juga beberapa kata di bahasa Makassar yang bunyi matinya seperti itu, contoh:
akkarena, bukan a'karena."
namun kesulitan dengan bahasa makassar
jd sy mau thread ini digunakan untuk mempelajari bahasa makassar
yg sederhana-sedarhana mo
yg dipake sehari-hari mi sj
biar yg tidak tau menjadi tau
jd yg tau bahasa makassar silahkan mengajar
sekalian untuk pelestarian bahasa ini
okeh?
toss dulu pale"..
nah ada orang yg membantunya untuk menjawab pertanyaannya dan ternyata orang itu menjawab "Kira-kira....
nakke cipuru, tena pa'ngandre battu ri pagia..."
kayaknya jawabannya itu belum relevan deh nah yg benarnya itu orang lain menjawab untuk melengkapi jawaban orang yg tadi adalah "Penyesuaian sedikit cezz nah,
Cipurukka' nakke, tenapa nakungandre battua ri bari'basa'
Terkadang memang ada bahasa Indonesia yang diasimilasi ke bhs Makassar seperti "pagi", dimana kadang-kadang ada beberapa orang yang menggunakan kata tersebut, dengan ditambahkan dialek Makassar menjadi "pagia".
Saya sendiri dulu pernahka' diketawai maceku gara2 saya mo bilang "kucing jatuh di sumurta'", tapi sa bilang "tu'gurukki meonga ri sumurutta'", soalnya yang benar itu "tu'gurukki meonga ri bungunta'". nah ntu yg baru benarnya...
sedikit ada vocabulary dari saya
"bari'basa' = pagi
bungung = sumur, perubahannya jika bertemu suffiks ta', bunyi ng berubah menjadi
n, sehingga penulisan dan pengucapannya menjadi bungunta'.
Note:
Karakter single quote di dalam bahasa Makassar berarti berbunyi mati. Di beberapa literatur,
karakter tersebut sering digantikan dengan huruf 'k', karena bunyi mati dari huruf 'k' paling mendekati
bunyi mati yang dimaksud.
Jadi, bari'basa' dapat juga ditulis: barikbasak. Cuma kalo saya pribadi lebih condong ke penggunaan
single quote.
Untuk lebih jelas perbedaannya, bunyi mati 'k' pada sebagian kata di dalam bahasa Makassar mirip
dengan bunyi mati pada kata ta'aruf atau ma'rifat, bukan seperti bunyi mati 'k' pada kata arak,
meskipun ada juga beberapa kata di bahasa Makassar yang bunyi matinya seperti itu, contoh:
akkarena, bukan a'karena."
Minggu, 18 Oktober 2009
Lama ngga Posting..
huuuhh akhirnya kangen juga dengan posting...ya allah ya rabb selama ini sy ngga posting?????ckckckckckckk..apakah aku sibuk dengan facebook sehingga blog ini aku lupakan????jangaaaan..!!!!oh iya, maaf yah untuk sementara ini gw blom posting tentang bahasa daerah ataupun yg berhubungan dengan daerah kota makassar dan kab. jeneponto sebagai tanah lahir kedua orang tua saya...tak kan penah lupakan itu..!!!!
maaf yah, yang mo join di facebook ato di twitter
silahkan aja yah itung2 nambah2 teman gw yg maseh sedikit...
facebook = irna_moe@yahoo.com
twitter = http://twitter.com/irna_chubby
maaf yah, yang mo join di facebook ato di twitter
silahkan aja yah itung2 nambah2 teman gw yg maseh sedikit...
facebook = irna_moe@yahoo.com
twitter = http://twitter.com/irna_chubby
Kamis, 04 Desember 2008
Mengenal watak orang Bugis Makassar
Suku Bugis Makassar dikenal penaik darah, suka mengamuk, membunuh dan
mau mati untuk sesuatu
perkara, meski hanya masalah sepele saja. Apa sebab sehingga demikian?
Ada apa dengan jiwa
karakter suku bangsa ini?
Tidak diketahui apa sebab orang Bugis Makassar terpaksa membunuh atau
melakukan pertumpahan darah,
biarpun hanya perkara kecil. Jika ditanyakan kepada mereka apa sebabnya
terjadi hal demikian,
jarang bahkan tak satupun yang dapat menjawab dengan pasti –sehingga
dapat dimengerti dengan
jelas- apa penyebab ia menumpahkan darah orang lain atau ia mau mati
untuk seseorang.
Ahli sejarah dan budaya menyarankan untuk mengenal jiwa kedua suku
bangsa ini lebih dekat lagi
dengan cara mempelajari dalil-dalil, pepatah-pepatah, sejarah, adat
istiadat dan
kesimpulan-kesimpulan kata mereka yang dilukiskan dengan indah dalam
syair-syair atau
pantun-pantunnya.
Laksana garis cahaya di gelap malam, apabila kita selidiki lebih
mendalam, tampaklah bahwa
kebanyakan terjadinya pembunuhan itu ialah lantaran soal malu dan
dipermalukan. Soal malu dan
dipermalukan banyak diwarnai oleh kejadian-kejadian yang dilatari adat
yang sangat kuat. Sebut
saja satu, silariang (kawin lari) misalnya, atau dalam bahasa Belanda:
Schaking.
Apabila seorang pemuda ditolak pinangannya, maka ia merasa malu. Lalu
ia berdaya upaya agar sang
gadis pujaan hati Erangkale (si gadis datang membawa dirinya kepada
pemuda), atau si pemuda itu
berusaha agar gadis yang dipinangnya dapat dilarikannya (silariang).
Apabila hal ini terjadi, maka
dengan sendirinya pihak orang tua (keluarga) gadis itu juga merasa
mendapat "Malu Besar" (Mate
Siri’). Mengetahui anak gadisnya silariang, segera digencarkan
pencarian untuk satu tujuan:
membunuh pemuda dan gadis itu! Cara ini sama sekali tidak dianggap
sebagai tindakan yang kejam,
bahkan sebaliknya, ini tindakan terhormat atas perbuatan mereka yang
memalukan. Oleh orang Bugis
Makassar menganggap telah menunaikan dan menyempurnakan salah satu
tuntutan tata hidup dari
masyarakatnya yang disebut adat.
Selain itu, kedua suku Bugis Makassar tersohor sebagai kaum pelaut yang
berani sejak dahulukala
hingga sekarang. Sebagai pelaut yang kerap ‘bergaul’ dan akrab dengan
angin dan gelombang lautan,
maka sifat-sifat dinamis dari gelombang yang selalu bergerak tidak mau
tenang itu, mempengaruhi
jiwa dan karakter orang Bugis Makassar. Ini lalu tercermin dalam
pepatah, syair atau pantun yang
berhubungan dengan keadaan laut, yang kemudian memantulkan bayangan
betapa watak atau sifat kedua
suku bangsa itu. Contoh salah satu pantun:
Takunjunga’ bangung turu’
Nakugunciri’ gulingku
Kualleangna talaanga natolia
Artinya: "saya tidak begitu saja mengikuti arah angin, dan tidak begitu
saja memutar kemudi saya.
Saya lebih suka tenggelam dari pada kembali." Maksudnya, kalau langkah
sudah terayun, berpantang
surut –lebih suka tenggelam- daripada kembali dengan tangan hampa.
Jadi kedua suku bangsa ini memiliki hati yang begitu keras. Tapi,
benarkah begitu? Justru
sebaliknya, orang Bugis Makassar memiliki hati yang halus dan lembut.
Dari penjelasan di atas
nampaklah bahwa kedua suku bangsa ini lebih banyak mempergunakan
perasaannya daripada pikirannya.
Ia lebih cepat merasa. Begitu halus perasaannya sampai-sampai hanya
persoalan kecil saja dalam
cara mengeluarkan kata-kata di saat bercakap-cakap, bisa menyebabkan
kesan yang lain pada
perasaannya, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman.
Tapi, kalau kita telah mengenal jiwa dan wataknya atau adat
istiadatnya, maka kita tengah
berhadapan dengan suku bangsa yang peramah, sopan santun, bahkan kalau
perlu ia rela mengeluarkan
segala isi hatinya –bahkan jiwanya sekalipun- kepada kita.
Jika ada orang Makassar telah mengucapkan perkataan "Baji’na tau" atau
"Baji’tojengi tau I Baso"
(maksudnya: Alangkah baiknya orang itu atau alangkah baik hati si
Baso), maka itu cukup menjadi
suatu tanda, bahwa apabila ada kesukaran yang akan menimpa si Baso,
maka ia rela turut
merasakannya. Ia rela berkorban untuk kepentingan si Baso.
Apabila ada seseorang yang hendak mencelakai atau menghadang si Baso di
tengah jalan, jika
didengarnya kabar itu, maka ia rela maju lebih awal menghadapi lawan
itu, meski tidak dimintai
bantuannya. Ia mau mati untuk seseorang, dikarenakan orang itu telah
dipandangnya sebagai orang
baik. Olehnya, orang Bugis Makassar dikenal sebagai orang yang setia,
solider dan kuat pendirian.
Meski tak jarang yang memplesetkan kata Makassar sebagai "Manusia
Kasar".
Makassar, Great Expectation to the World!!!!!!
mau mati untuk sesuatu
perkara, meski hanya masalah sepele saja. Apa sebab sehingga demikian?
Ada apa dengan jiwa
karakter suku bangsa ini?
Tidak diketahui apa sebab orang Bugis Makassar terpaksa membunuh atau
melakukan pertumpahan darah,
biarpun hanya perkara kecil. Jika ditanyakan kepada mereka apa sebabnya
terjadi hal demikian,
jarang bahkan tak satupun yang dapat menjawab dengan pasti –sehingga
dapat dimengerti dengan
jelas- apa penyebab ia menumpahkan darah orang lain atau ia mau mati
untuk seseorang.
Ahli sejarah dan budaya menyarankan untuk mengenal jiwa kedua suku
bangsa ini lebih dekat lagi
dengan cara mempelajari dalil-dalil, pepatah-pepatah, sejarah, adat
istiadat dan
kesimpulan-kesimpulan kata mereka yang dilukiskan dengan indah dalam
syair-syair atau
pantun-pantunnya.
Laksana garis cahaya di gelap malam, apabila kita selidiki lebih
mendalam, tampaklah bahwa
kebanyakan terjadinya pembunuhan itu ialah lantaran soal malu dan
dipermalukan. Soal malu dan
dipermalukan banyak diwarnai oleh kejadian-kejadian yang dilatari adat
yang sangat kuat. Sebut
saja satu, silariang (kawin lari) misalnya, atau dalam bahasa Belanda:
Schaking.
Apabila seorang pemuda ditolak pinangannya, maka ia merasa malu. Lalu
ia berdaya upaya agar sang
gadis pujaan hati Erangkale (si gadis datang membawa dirinya kepada
pemuda), atau si pemuda itu
berusaha agar gadis yang dipinangnya dapat dilarikannya (silariang).
Apabila hal ini terjadi, maka
dengan sendirinya pihak orang tua (keluarga) gadis itu juga merasa
mendapat "Malu Besar" (Mate
Siri’). Mengetahui anak gadisnya silariang, segera digencarkan
pencarian untuk satu tujuan:
membunuh pemuda dan gadis itu! Cara ini sama sekali tidak dianggap
sebagai tindakan yang kejam,
bahkan sebaliknya, ini tindakan terhormat atas perbuatan mereka yang
memalukan. Oleh orang Bugis
Makassar menganggap telah menunaikan dan menyempurnakan salah satu
tuntutan tata hidup dari
masyarakatnya yang disebut adat.
Selain itu, kedua suku Bugis Makassar tersohor sebagai kaum pelaut yang
berani sejak dahulukala
hingga sekarang. Sebagai pelaut yang kerap ‘bergaul’ dan akrab dengan
angin dan gelombang lautan,
maka sifat-sifat dinamis dari gelombang yang selalu bergerak tidak mau
tenang itu, mempengaruhi
jiwa dan karakter orang Bugis Makassar. Ini lalu tercermin dalam
pepatah, syair atau pantun yang
berhubungan dengan keadaan laut, yang kemudian memantulkan bayangan
betapa watak atau sifat kedua
suku bangsa itu. Contoh salah satu pantun:
Takunjunga’ bangung turu’
Nakugunciri’ gulingku
Kualleangna talaanga natolia
Artinya: "saya tidak begitu saja mengikuti arah angin, dan tidak begitu
saja memutar kemudi saya.
Saya lebih suka tenggelam dari pada kembali." Maksudnya, kalau langkah
sudah terayun, berpantang
surut –lebih suka tenggelam- daripada kembali dengan tangan hampa.
Jadi kedua suku bangsa ini memiliki hati yang begitu keras. Tapi,
benarkah begitu? Justru
sebaliknya, orang Bugis Makassar memiliki hati yang halus dan lembut.
Dari penjelasan di atas
nampaklah bahwa kedua suku bangsa ini lebih banyak mempergunakan
perasaannya daripada pikirannya.
Ia lebih cepat merasa. Begitu halus perasaannya sampai-sampai hanya
persoalan kecil saja dalam
cara mengeluarkan kata-kata di saat bercakap-cakap, bisa menyebabkan
kesan yang lain pada
perasaannya, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman.
Tapi, kalau kita telah mengenal jiwa dan wataknya atau adat
istiadatnya, maka kita tengah
berhadapan dengan suku bangsa yang peramah, sopan santun, bahkan kalau
perlu ia rela mengeluarkan
segala isi hatinya –bahkan jiwanya sekalipun- kepada kita.
Jika ada orang Makassar telah mengucapkan perkataan "Baji’na tau" atau
"Baji’tojengi tau I Baso"
(maksudnya: Alangkah baiknya orang itu atau alangkah baik hati si
Baso), maka itu cukup menjadi
suatu tanda, bahwa apabila ada kesukaran yang akan menimpa si Baso,
maka ia rela turut
merasakannya. Ia rela berkorban untuk kepentingan si Baso.
Apabila ada seseorang yang hendak mencelakai atau menghadang si Baso di
tengah jalan, jika
didengarnya kabar itu, maka ia rela maju lebih awal menghadapi lawan
itu, meski tidak dimintai
bantuannya. Ia mau mati untuk seseorang, dikarenakan orang itu telah
dipandangnya sebagai orang
baik. Olehnya, orang Bugis Makassar dikenal sebagai orang yang setia,
solider dan kuat pendirian.
Meski tak jarang yang memplesetkan kata Makassar sebagai "Manusia
Kasar".
Makassar, Great Expectation to the World!!!!!!
Minggu, 16 November 2008
“Makan Mi’..!”
Membaca judul di atas orang tentu akan berpikir kalau itu bermakna mengajak orang untuk makan mie. Tapi coba ucapkan kalimat itu pada orang Sul-sel ato minimal orang yang tau logat lokal sini, ditanggung maknanya akan beda. Penggunaan partikel MI di belakang kata “makan” bagi orang Sul-Sel bermakna mempersilakan atau secara kasar menyuruh, jadi makna kalimat “makan mi” bagi orang Sul-Sel kurang lebih sama dengan “silakan makan”.
Logat dalam bahasa Indonesia orang Sul-Sel memang unik, penggunaan beberapa partikel di belakang kata-kata utama sangat memberi warna bagi bahasa itu sendiri. Kadang-kadang partikel itu sendiri agak sulit untuk ditentukan definisi khususnya, utamanya tentang penempatan partikel tersebut. Ambil contoh partikel MI di atas, dalam kalimat “makan mi”, partikel MI bermakna mempersilakan, tapi dalam kalimat lain, misalnya ” besar mi”, partikel mi berubah fungsi sebagai penegasan kalau orang/benda yang dimaksud telah besar (dewasa). Dalam kalimat lain, misalnya “jadi satumi” partikel MI kembali berfungsi sebagai penegasan jika benda/orang telah menjadi satu, beda dengan kalimat lain seperti “ambil mi” dimana MI berfungsi kembali untuk mempersilakan orang mengambil barang/benda. Cukup membingungkan, bukan?
Padahal itu baru satu partikel, masih banyak partikel lain yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia versi Sul-Sel, partikel itu adalah: PI,JI,KI,MO. Beberapa contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:
· Partikel PI = “satu pi” (bermakna menegaskan kalau subjeknya masih kurang satu lagi),contoh yang berbeda: “malam pi” yang artinya kurang lebih “nanti malam”, biasanya dipakai untuk kalimat seperti “malam pi ko datang” (kamu datangnya ntar malam aja).
· Partikel JI = khusus pada partikel ini, maknanya kurang lebih sama dengan hanya,contohnya pada kalimat “satuji saya bawa” yang artinya kurang lebih “saya cuman bawa satu” (perhatikan tatanan penempatan kalimat yang agak berantakan..hehehe). Tapi kadang-kadang partikel ini juga bermakna menegaskan, misalnya pada kalimat ” besarji rumahnya ” yang artinya sama dengan ” rumah besar kok..”, wah anda mungkin makin bingung..
Sebagai info, Propinsi Sulawesi Selatan terdiri atas banyak suku yang berbeda dan kemudian digolongkan dalam 3 kelompok suku terbesar (dulunya ada 4 sebelum suku Mandar sekarang mayoritasnya berada dalam wilayah Sulawesi Barat). Suku-suku itu adalah : Bugis,Makassar dan Toraja yang ketiganya memiliki perbedaan mencolok dari segi bahasa daerah. Ketiga suku tersebut kemudian terpisah lagi dalam beberapa sub-suku yang lebih kecil. Suku Bugis misalnya, ada Bugis Bone (yg lingkup bahasa dan wilayahnya paling luas), bugis Sinjai dan beberapa sub suku Bugis lainnya yang kadang-kadang juga punya bahasa yang agak berbeda. Sementara suku Makassar terbagi atas beberapa sub suku yang lebih kecil yang mempunyai logat dan bahasa yang juga berbeda, misalnya daerah Bulukumba dan Selayar yang secara fisik dianggap suku Makassar namun memiliki bahasa daerah yang lumayan berbeda dengan bahasa Makassarnya orang Gowa dan Takalar.
Sebagai info lagi, sebuah kabupaten kecil sebelah utara kota Makassar bernama Enrekang terbagi atas 3 daerah berbahasa berbeda, sebelah selatan bahasanya mirip bahasa Bugis karena memang berbatasan langsung dengan daerah suku Bugis, bagian tengah berbahasa daerah sendiri, sementara bagian utara berbahasa daerah yang mirip bahasa Toraja karena memang berbatasan langsung dengan daerah Toraja. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya orang-orang di Sul-Sel kalau bahasa Indonesia tidak ada.
Bahasa Indonesia yang kemudian dipakai sebagai bahasa pemersatu kemudian ter-influence oleh bahasa daerah itu sendiri. Beberapa istilah bahasa daerah kemudian ikut mewarnai penggunaan bahasa Indonesia, di antaranya ya partikel-partikel itu tadi. Celakanya peleburan bahasa daerah ini ke dalam bahasa Indonesia juga mengacaukan susunan kalimat, merusak tatanan MD, Subjek Objek sehingga terkadang logat Sul-Sel terdengar sangat kacau. Dengarkan kalimat ini: “malam pi baru saya bawa bukumu nah..?”, yang dalam bahasa Indonesia yang benar kira-kira seperti ini ” bukumu aku bawa nanti malam saja ya ?”. kacau kan..?,hehehe..
Penggunaan bahasa Indonesia logat Sul-Sel ini juga terkesan sangat menghemat penggunaan kata,walaupun ya itu tadi,merusak tatanan bahasa yang benar. Sebagai contoh lagi: “kau mo yang bawaki” atau sama dengan kalimat ” nanti biar kamu aja yang bawa”..cukup hemat bukan ?,belum lagi bila diucapkan terkadang ada discount lagi menjadi ” ko mo yang bawaki “..terkesan males banget ya..?,hehehe..
Itu baru segelintir contoh-contoh dari uniknya bahasa Indonesianya orang Sul-Sel, sangat beragam dan kadang-kadang bagi orang luar Sulawesi jadi terdengar lucu. Tapi ya itulah keistimewaan Indonesia yang punya banyak keanekaragaman yang memperkaya khazanah budaya kita. Jadi,bila anda berkunjung ke Makassar jangan salah sangka bila ada orang yang berkata kepada anda “makan mi”,jangan sampai anda mengira ditawari makan mie..hehehe..
Makassar bisa tonji *
*: Makassar juga bisa, diambil dari judul lagu band lokal Art2Tonic, istilah ini cukup populer digunakan untuk membangkitkan fanatisme kedaerahan anak muda Makassar yang belakangan mulai sering sok ngomong pakai logat Jakarte.
Logat dalam bahasa Indonesia orang Sul-Sel memang unik, penggunaan beberapa partikel di belakang kata-kata utama sangat memberi warna bagi bahasa itu sendiri. Kadang-kadang partikel itu sendiri agak sulit untuk ditentukan definisi khususnya, utamanya tentang penempatan partikel tersebut. Ambil contoh partikel MI di atas, dalam kalimat “makan mi”, partikel MI bermakna mempersilakan, tapi dalam kalimat lain, misalnya ” besar mi”, partikel mi berubah fungsi sebagai penegasan kalau orang/benda yang dimaksud telah besar (dewasa). Dalam kalimat lain, misalnya “jadi satumi” partikel MI kembali berfungsi sebagai penegasan jika benda/orang telah menjadi satu, beda dengan kalimat lain seperti “ambil mi” dimana MI berfungsi kembali untuk mempersilakan orang mengambil barang/benda. Cukup membingungkan, bukan?
Padahal itu baru satu partikel, masih banyak partikel lain yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia versi Sul-Sel, partikel itu adalah: PI,JI,KI,MO. Beberapa contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:
· Partikel PI = “satu pi” (bermakna menegaskan kalau subjeknya masih kurang satu lagi),contoh yang berbeda: “malam pi” yang artinya kurang lebih “nanti malam”, biasanya dipakai untuk kalimat seperti “malam pi ko datang” (kamu datangnya ntar malam aja).
· Partikel JI = khusus pada partikel ini, maknanya kurang lebih sama dengan hanya,contohnya pada kalimat “satuji saya bawa” yang artinya kurang lebih “saya cuman bawa satu” (perhatikan tatanan penempatan kalimat yang agak berantakan..hehehe). Tapi kadang-kadang partikel ini juga bermakna menegaskan, misalnya pada kalimat ” besarji rumahnya ” yang artinya sama dengan ” rumah besar kok..”, wah anda mungkin makin bingung..
Sebagai info, Propinsi Sulawesi Selatan terdiri atas banyak suku yang berbeda dan kemudian digolongkan dalam 3 kelompok suku terbesar (dulunya ada 4 sebelum suku Mandar sekarang mayoritasnya berada dalam wilayah Sulawesi Barat). Suku-suku itu adalah : Bugis,Makassar dan Toraja yang ketiganya memiliki perbedaan mencolok dari segi bahasa daerah. Ketiga suku tersebut kemudian terpisah lagi dalam beberapa sub-suku yang lebih kecil. Suku Bugis misalnya, ada Bugis Bone (yg lingkup bahasa dan wilayahnya paling luas), bugis Sinjai dan beberapa sub suku Bugis lainnya yang kadang-kadang juga punya bahasa yang agak berbeda. Sementara suku Makassar terbagi atas beberapa sub suku yang lebih kecil yang mempunyai logat dan bahasa yang juga berbeda, misalnya daerah Bulukumba dan Selayar yang secara fisik dianggap suku Makassar namun memiliki bahasa daerah yang lumayan berbeda dengan bahasa Makassarnya orang Gowa dan Takalar.
Sebagai info lagi, sebuah kabupaten kecil sebelah utara kota Makassar bernama Enrekang terbagi atas 3 daerah berbahasa berbeda, sebelah selatan bahasanya mirip bahasa Bugis karena memang berbatasan langsung dengan daerah suku Bugis, bagian tengah berbahasa daerah sendiri, sementara bagian utara berbahasa daerah yang mirip bahasa Toraja karena memang berbatasan langsung dengan daerah Toraja. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya orang-orang di Sul-Sel kalau bahasa Indonesia tidak ada.
Bahasa Indonesia yang kemudian dipakai sebagai bahasa pemersatu kemudian ter-influence oleh bahasa daerah itu sendiri. Beberapa istilah bahasa daerah kemudian ikut mewarnai penggunaan bahasa Indonesia, di antaranya ya partikel-partikel itu tadi. Celakanya peleburan bahasa daerah ini ke dalam bahasa Indonesia juga mengacaukan susunan kalimat, merusak tatanan MD, Subjek Objek sehingga terkadang logat Sul-Sel terdengar sangat kacau. Dengarkan kalimat ini: “malam pi baru saya bawa bukumu nah..?”, yang dalam bahasa Indonesia yang benar kira-kira seperti ini ” bukumu aku bawa nanti malam saja ya ?”. kacau kan..?,hehehe..
Penggunaan bahasa Indonesia logat Sul-Sel ini juga terkesan sangat menghemat penggunaan kata,walaupun ya itu tadi,merusak tatanan bahasa yang benar. Sebagai contoh lagi: “kau mo yang bawaki” atau sama dengan kalimat ” nanti biar kamu aja yang bawa”..cukup hemat bukan ?,belum lagi bila diucapkan terkadang ada discount lagi menjadi ” ko mo yang bawaki “..terkesan males banget ya..?,hehehe..
Itu baru segelintir contoh-contoh dari uniknya bahasa Indonesianya orang Sul-Sel, sangat beragam dan kadang-kadang bagi orang luar Sulawesi jadi terdengar lucu. Tapi ya itulah keistimewaan Indonesia yang punya banyak keanekaragaman yang memperkaya khazanah budaya kita. Jadi,bila anda berkunjung ke Makassar jangan salah sangka bila ada orang yang berkata kepada anda “makan mi”,jangan sampai anda mengira ditawari makan mie..hehehe..
Makassar bisa tonji *
*: Makassar juga bisa, diambil dari judul lagu band lokal Art2Tonic, istilah ini cukup populer digunakan untuk membangkitkan fanatisme kedaerahan anak muda Makassar yang belakangan mulai sering sok ngomong pakai logat Jakarte.
Langganan:
Postingan (Atom)